www.gitaralfian.co.cc »

Senin, 24 Maret 2008

WEI TSIN-FU DAN ALTERNATIF BELAJAR MAIN PIANO

[ Senin, 24 Maret 2008 | .643 pembaca | 10.329 byte ]

DI atas panggung ada dua piano yang berbaris miring. Duduk di depan seorang pianis berusia tujuh tahun. Namanya Zhang Ting-ting asal RRC. Ia baru belajar piano selama dua tahun, tetapi Minggu (26/5) sore lalu, di Auditorium Sapta Pesona, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Jakarta, ia-didampingi oleh gurunya, Wei Tsin-fu, yang duduk di belakangnya-memainkan sebuah karya Haydn. Sebelumnya, dalam satu demo, ia juga mampu mengetengahkan frase cepat dari Rhapsody in Blue ciptaan Gershwin.Sesudah Zhang Ting-ting, tampil pula murid-murid Wei yang lain, seperti Helge Herr (Austria), Moritz Gnann (Jerman, Verena Cranz (AS), dan Renyong Jong (Indonesia), serta Mi De.

Mereka ini memilih karya-karya berlain-lainan, selain Haydn juga konserto piano karya Schumann, Shostakovich, Mendelssohn, serta rapsodi Rachamaninoff, dan Rhapsody in Blue Gershwin. Dari nomor-nomor yang dipilih itu, satu kesamaan yang menonjol adalah permainan karya rumit dan kecepatan, dan virtuositas.

Konser demo yang diselenggarakan dua kali itu juga menampilkan karya lain, seperti piano konserto Brahms, Tchaikovsky, Prokofiev, dan Ravel.

Dihadiri oleh beberapa pianis Indonesia seperti Trisutji Kamal, acara malam itu memang bak sebuah demo virtuositas Wei dan murid-muridnya.


***
KETIKA belajar piano klasik, sekolah-sekolah musik acap punya buku albumnya sendiri, seperti dari Kawai atau Yamaha. Tetapi lazimnya, untuk urusan pengembangan teknik, siswa mengenal buku-buku teks standar, seperti karya Beyer, juga Hanon untuk kecepatan. Ada juga buku-buku teks susunan Duvernoy, Burgmuller, Czerny, dan sebagainya.

Melalui buku-buku itulah siswa piano dibawa ke jenjang-jenjang keahlian lebih tinggi, sampai akhirnya sekolah memutuskan apa syaratnya kalau untuk bisa masuk ke pra-konservatori, dan selanjutnya.

Namun, pianis Wei Tsin-fu atau Jonathan Gunawan tampaknya ingin mencari alternatif, agar belajar main piano jadi lebih efektif, jadi bisa main dengan lebih cepat, baik dari segi waktu yang dibutuhkan untuk bisa main, maupun lebih cepat dalam menggerakkan jari-jemari.

Jalan ke luar Wei Tsin-fu tampaknya adalah dengan menemukan cara-cara yang efektif untuk merangsang berfungsinya bagian otak yang tepat untuk tujuan main musik, demikian pula cara yang tepat untuk melatihnya.

Metode Wei Tsin-fu ini kini dikemas dalam tiga buku, yang sayang masih berbahasa Jerman, sehingga belum begitu saja bisa diperkenalkan. Tetapi, dari ilustrasi-ilustrasi yang ada, tampaknya banyak sekali menu latihannya yang dibuat berdasar pendekatan baru yang ditopang oleh dorongan bagi siswa untuk berimajinasi. Misalnya saja dengan mengangkat tokoh "manusia salju" untuk mengenal posisi not-not.

Dari awal metodenya mendorong siswa untuk terbiasa dengan tuts-tuts hitam pada piano. Tidak heran bila dari awal siswa akan terlebih dulu biasa dengan kunci dengan tanda sharp atau flat.

Dalam metodenya itu pula siswa diajari mempergunakan jari-jari untuk membentuk akor, dengan membuat independen jari keempat yang lazimnya sulit digerakkan secara independen itu.

Lalu untuk mengembangkan kecepatan, Wei mencoba membuat jari bergetar cepat, yaitu dengan merangsangnya melalui teknik tertentu. Teknik itu sendiri dikembangkan setelah ia juga mengetahui bagian otak mana yang berperan untuk maksud tersebut.


***
APAKAH dengan metodenya ini Wei bermaksud merevolusi metode "tradisional", yang selama ini telah diterima secara luas, misalnya yang untuk mengembangkan kecepatan, yang berkaitan dengan sikap tangan dan posisi jari?

Pertama-tama ia ingin mengoreksi dulu kalau apa yang selama ini dilihat sebagai teknik tradisional. "Tradisional menurut siapa?," tanyanya.

Wei menjelaskan, pada zaman sekarang yang ditopang kemajuan teknologi, telah bisa dibuat rekaman pianis sedang memainkan karya yang sama. Lalu pada bar yang sama rekaman di-pause untuk melihat posisi jari. Yang tampak adalah posisi tangan dan jari yang berbeda-beda untuk setiap pemain. Dan Wei pun punya dokumentasi gambar yang memperlihatkan berbeda-bedanya tradisi di antara para pianis pada masa lalu, misalnya saja tradisi Brahms lain dengan tradisi Chopin.

Tentu masih banyak lagi teknik dalam metode yang dikembangkan Wei yang didasarkan pada fungsi otak ini. Penelitiannya yang juga didukung oleh laboratorium penelitian saraf di Jerman ini bahkan sampai pada sejumlah kesimpulan yang di antaranya sejalan dengan apa yang sering kita dengar akhir-akhir ini tentang perbedaan fungsi otak kanan dan kiri.

Misalnya saja, kalau musik dihasilkan dari perintah belahan otak kiri yang rasional, besar kemungkinan musik tersebut akan akurat, namun mungkin kering dan tidak menggugah emosi orang yang mendengarnya. Selebihnya kalau musik terlalu diperintah oleh belahan otak kanan, yang bisa terjadi ia berupaya mengetuk emosi pendengar tetapi kehilangan elemen logisnya.

Dengan apa yang telah coba dikembangkannya, yang kini berupa sebuah akademi musik di Tubbingen-didirikan tahun 1987, dan menjadikan Wei sebagai satu-satunya orang Asia yang mendirikan dan memiliki lembaga semacam itu di Eropa-pria kelahiran Malang, Jawa Timur, 20 Februari 1948, ini telah berhasil menarik banyak murid ke akademinya. Selain yang sudah lulus, Musikakademie Tubingen ini punya 450 orang murid tidak saja dari Jerman, tetapi juga dari Italia, Perancis, Belanda, Finlandia, Norwegia, Rusia, RRC, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, AS, dan juga dari Indonesia.

Kegiatan Akademi ini juga sibuk, antara lain dengan mengadakan sekitar 200 konser setiap tahunnya, tidak saja di Jerman, tetapi juga di kota-kota dunia seperti Moskwa, Zurich, Hongkong, Bangkok, Boston, dan New York. Tahun 2000 Wei tampil di Madison Square Garden, New York, dan sekitar 6.000 penontonnya konon amat terkesan.

Wei sendiri kini masih mengajar setiap hari, 12 sampai 16 jam sehari. Pada hari Sabtu dan Minggu pun, murid-muridnya yang berasal dari luar kota Tubbingen tetapi masih di Jerman, datang dengan naik kereta untuk menimba ilmu dari Wei. Selain membuat rekaman karya-karya piano komposer-komposer besar dunia, Wei juga memberikan konser sosial untuk anak yatim piatu di Indonesia dan Jerman. Dari segi alumninya, lebih dari 100 orang telah menjadi guru piano di Eropa, Amerika, dan Asia, sementara lainnya ada yang menjadi dirigen, atau dosen, juga komposer untuk musik film dan musik komputer.


***
TENTU saja untuk bisa dipercaya begitu banyak orang, Wei telah memperlihatkan kebolehan dirinya. Di bidang piano, Wei menurut riwayat hidupnya telah belajar selama 27 semester dari guru-guru baik di Jerman (Hubert Giesen, Elinor Junker, Eugen Frosch) maupun di tempat lain, seperti Rusia (Stanislav Nelhaus, Vladimir Horbowski), dan Cina (Wan Ing-ong).

Pengembaraan di dunia piano itu sendiri dilakukan Wei setelah di masa kecil selain piano ia juga mempelajari biola, flute, dan organ. Wei juga sudah menampakkan bakat mengajar, karena pada usia 16 tahun ia telah memiliki puluhan murid piano, dan murid fisika, matematika.

Dari berkelana mendalami metode pengajaran main piano, Wei menemukan jawab atas pertanyaan-pertanyaan yang mula-mula menyangkut kaitan antara fungsi otak dan main musik, tetapi lalu meluas ke penyelidikan fungsi otak (kanan, kiri, kecil) lainnya.

Penyelidikannya lalu juga merambah ke sistem saraf untuk membantu orang yang punya masalah karena main piano, biola, drum, bahkan karena main komputer dan olahraga.

Dari metode yang ia kembangkan pula Wei lalu berhasil mengajar piano pada orang berusia lanjut di atas 65 tahun, mengubah pecandu obat bius menjadi pemain musik, membantu manajer cerdas namun gagap, serta membantu anak berusia di atas 10 tahun namun belum bisa membedakan kanan-kiri, dan atas-bawah.

Bila ingin memfokuskan diri piano saja, maka metode yang diterapkannya telah berhasil membuat murid-murid di bawah usia 10 tahun dapat memainkan konserto piano dengan orkestra di luar kepala, seperti telah terjadi pada Nadja Letzgus (Brasil), Vera Timmermann (Jerman), Kim Gi-Yun (Korea). Muridnya yang lain, Andreas Jetter ketika berumur 12 tahun telah memainkan konserto piano Beethoven, Grieg, Mendelssohn, dan Liszt. Sementara Benjamin Nill yang lulus SMU dengan nilai 100 telah memainkan lima sonata terakhir Beethoven yang diakui sebagai sonata tersulit.

Dari uraian yang terdengar fantastis itu, kini Wei memang kedatangan banyak murid. Dari Asia saja banyak yang lalu liburan ke Jerman untuk selain belajar piano pada Wei juga belajar untuk mengaktifkan kerja otak kiri, otak kanan, dan otak kecil, serta penggabungan jaringannya untuk keperluan studi dan hidup lebih baik.


***
UNJUK virtuositas di atas panggung, mungkin saja bisa menyihir. Anak-anak remaja dan balita yang banyak didampingi orang tua mereka yang sore itu menyaksikan kehebatan Wei dan murid-muridnya tentu saja banyak yang lalu bertanya-tanya, apakah mereka bisa mencapai keahlian seperti itu.

Lalu bila dalam seminar tentang metode Wei yang diadakan oleh Cantante di Musica dan Eliata Choir banyak ditanyakan apakah metode itu efektif untuk tujuan lain di luar musik, maka itu jadi seiring dengan niat Wei untuk memperkenalkan metodenya itu kepada masyarakat Indonesia dengan mendirikan akademi musik seperti yang telah ia dirikan di Tubingen.

Ia tentu saja belum bisa mengharapkan adanya laboratorium penelitian otak yang mahal harganya di Jakarta. Tetapi ia kini sudah punya jaringan dengan laboratorium sejenis , kini di dunia jumlahnya sekitar 100, untuk mendapatkan hasil-hasil mutakhir.

Wei mengakui, penampilan Zhang Ting-ting meski cakap, tetapi masih membutuhkan waktu untuk mencapai kematangan, yang antara lain diperlihatkan dengan seberapa jauh ruh dan kehangatan musik itu memancar dari permainan sang pianis.

Selain itu, meski mengandung unsur marketing dan industri, tetapi tetap saja Wei perlu membuktikan, kalau metodenya memang bisa mencetak pianis kampiun, maka di antara anak didiknya yang banyak itu sewajarnya orang berharap ada yang bersinar terang di dunia. Misalnya saja, dapatkah ia menghasilkan sosok setara dengan Evgeny Kissin yang kini dipandang sebagai pianis muda terkemuka di dunia?

Akan tetapi di luar itu, apa yang dibawa Wei mungkin dapat menjadi satu bahan kajian lebih jauh dan penyegaran dalam pengajaran piano, instrumen yang amat populer di dunia ini. (kompas)