www.gitaralfian.co.cc »

Rabu, 27 Agustus 2008

Materi 5



1. Gamelan Bali


Menurut jamannya, Gamelan Bali dibagi menjadi 3 bagian besar:


a) Gamelan Wayah


b) Gamelan Madya


c) Gamelan Anyar


a. Gamelan Wayah


Gamelan wayah atau gamelan tua diperkirakan telah ada sebelum abad XV. Umumnya didominir oleh alat-alat berbentuk bilahan dan tidak mempergunakan kendang. Kalaupun ada kendang, dapat dipastikan bahwa peranan instrumen ini tidak begitu menonjol.




Beberapa gamelan golongan tua antara lain:


i. Angklung


Gamelan Angklung adalah gamelan berlaras slendro, tergolong barungan madya yang dibentuk oleh instrumen berbilah dan pencon dari krawang, kadang-kadang ditambah angklung bambu kocok (yang berukuran kecil). Dibentuk oleh alat-alat gamelan yang relatif kecil dan ringan (sehingga mudah dimainkan sambil berprosesi).


Di Bali Selatan gamelan ini hanya mempergunakan 4 nada sedangkan di Bali Utara mempergunakan 5 nada.


Berdasarkan konteks penggunaaan gamelan ini, serta materi tabuh yang dibawakan angklung dapat dibedakan menjadi:


* Angklung klasik/ tradisional : dimainkan untuk mengiringi upacara (tanpa tari-tarian)


* Angklung kebyar : dimainkan untuk mengiringi pagelaran tari maupun drama.


Satu barung gamelan angklung bisa berperan keduanya, karena seringkali mempergunakan alat-alat gamelan dan penabuh yang sama. Di kalangan masyarakat luas gamelan ini dikenal sebagai pengiring upacara-upacara Pitra Yadnya (ngaben).


Di sekitar kota Denpasar dan beberapa tempat lainnya, penguburan mayat warga Tionghoa seringkali diiringi dengan Gamelan angklung. menggantikan fungsi gamelan Gong Gede yang dipakai untuk mengiringi upacara Dewa Yadnya (odalan) dan upacara lainnya.


Instrumentasi Gamelan angklung terdiri dari:





































Jumlah



Satuan



Instrumen



6-8



pasang



yang terdiri dari sepasang jegogan, jublag dan selebihnya pamade dan kantilan



3-4



pencon



reyong, untuk Angklung Kebyar mempergunakan 12 pencon



2



buah



kendang kecil untuk angklung klasik dan kendang besar angklung kebyar



1



buah



tawa -tawa



1



buah



kempur kecuali angklung kebyar mempergunakan gong




ii. Balaganjur


Balaganjur adalah pengiring prosesi yang paling umum dikenal di Bali. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap prosesi membawa sesajen ke pura, atau melasti (mensucikan pusaka / pratima), atau upacara ngaben akan diiringi oleh barungan yang sangat dinamis dan bersemangat.


Balaganjur yang tergolong barungan madya ini dibentuk oleh instrumen-instrumen seperti:















































Jumlah



Satuan



Instrumen



6-12



pasang



cengceng kopyak



2



buah



kendang cedugan (lanang dan wadon)



1



buah



kajar



1



buah



kempli



2



buah



gong besar



1



buah



kempur



1



buah



pamade



Barungan ini ada kalanya dilengkapi dengan sebuah tawa-tawa. Sementara cengceng dimainkan secara kakilitan atau cecandatan, dengan pola ritme yang bervariasi dari pukulan besik atau negteg pukulan "telu" dan "nenem" di mana masing-masing terdiri dari pukulan polos (sejalan dengan mat), sangsih (disela-sela mat), dan sanglot (di antaranya). Reyong menjadi satu-satunya kelompok instrumen pembawa melodi. Sebagaimana halnya cengceng, reyong juga dimainkan dalam Balaganjur terdiri dari Gilak yang dimainkan dalam tempo cepat atau sedang dan pelan.



iii. Bebonangan


Gamelan Bebonangan seringkali dibaurkan dengan Balaganjur. Sungguhpun sama-sama merupakan barungan untuk mengiringi prosesi dan sama-sama berlaras pelog, Bebonangan yang termasuk barungan alit mempunyai instrumentasi yang relatif lebih sederhana daripada Balaganjur. Instrumen-instrumen yang membentuk barungan Bebonangan sebagian besar berbentuk pencon seperti reyong (yang dilepaskan dari plawahnya), kemong dan kempur.


Adakalanya barungan ini melibatkan dua buah kendang (lanang dan wadon), namun bisa pula hanya dengan 1 buah kendang saja. Begitu juga cengceng yang dipakai dalam barungan ini pada umumnya lebih kecil dari pada yang dipakai dalam Balaganjur. Tabuh-tabuh yang dimainkan pada umumnya berupa gilak atau gagilakan. Pembawa melodi utama dalam barungan ini adalah reyong yang dimainkan secara kakilitan.



Di daerah Bali utara dan timur, gamelan bebonangan dimainkan untuk mengiringi upacara korban ke laut atau upacara penguburan jenazah.


iv. Caruk


Caruk termasuk jenis gamelan langka, termasuk barungan alit, adalah gamelan sejenis gambang yang dibentuk oleh 2 gambang berukuran kecil (caruk) dan 1 buah saron. Melihat dari instrumentasinya, dengan jumlah 3 orang pemain. Caruk pada dasarnya adalah gamelan Gambang yang diperkecil. Gamelan ini juga tergolong gamelan sakral yang dimainkan hanya dalam kaitan dengan upacara ngaben (Pitra Yadnya) dengan jenis tabuh yang hampir sama dengan gamelan Gambang. Kini caruk sudah semakin langka hanya dengan beberapa buah sekaa di daerah Karangasem, Gianyar, Tabanan dan Badung yang masih aktif memainkan gamelan ini.



v. Gambang


Gamelan Gambang adalah salah satu jenis gamelan langka dan sakral, termasuk barungan alit yang dimainkan hanya untuk mengiringi upacara keagamaan. Di Bali tengah dan selatan gamelan ini dimainkan untuk mengiringi upacara ngaben (Pitra Yadnya), sementara di Bali Timur (Karangasem dan sekitarnya) Gambang juga dimainkan dalam kaitan upacara odalan di Pura-pura (Dewa Yadnya).


Gambar Gamelan Gambang terdapat pada relief candi Penataran, Jawa Timur (abad XV) dan istilah gambang disebut-sebut dalam cerita Malat dari zaman Majapahit akhir. Hal ini menunjukan bahwa Gamelan Gambang sudah cukup tua umurnya. Walaupun demikian, kapan munculnya Gambang di Bali, atau adakah Gambang yang disebut dalam Malat sama dengan Gamelan Gambang yang kita lihat di Bali sekarang ini nampaknya masih perlu penelitian yang lebih mendalam.


Gamelan Gambang, berlaras Pelog (tujuh nada), dibentuk oleh 6 buah instrumen berbilah. Yang paling dominan adalah 4 buah instrumen berbilah bambu yang dinamakan gambang yang terdiri dari (yang paling kecil ke yang paling besar) pametit, panganter, panyelad, pamero dan pangumbang.


Setiap instrumen dimainkan oleh seorang penabuh yang mempergunakan sepasang panggul bercabang dua untuk memainkan pukulan kotekan atau ubit-ubitan, dan sekali-kali pukulan tunggal atau kaklenyongan. Instrumen lainnya adalah 2 tungguh saron krawang yang terdiri dari saron besar (demung) dan kecil (penerus atau kantil), kedua saron biasanya dimainkan oleh seorang penabuh dengan pola pukulan tunggal kaklenyongan.


Daerah-daerah yang dipandang sebagai desanya Gambang di Bali antara lain:


ü Tenganan, Bebandem (Karangsem)


ü Singapadu, Saba, Blahbatuh (Gianyar)


ü Kesiut (Tabanan)


ü Kerobokan, Sempidi (Badung).


vi. Gender Wayang


Gender Wayang adalah barungan alit yang merupakan gamelan Pewayangan (Wayang Kulit dan Wayang Wong) dengan instrumen pokoknya yang terdiri dari 4 tungguh gender berlaras slendro (lima nada). Keempat gender ini terdiri dari sepasang gender pemade (nada agak besar) dan sepasang kantilan (nada agak kecil). Keempat gender, masing-masing berbilah sepuluh (dua oktaf) yang dimainkan dengan mempergunakan 2 panggul.


Gender wayang ini juga dipakai untuk mengiringi upacara Manusa Yadnya (potong gigi) dan upacara Pitra Yadnya (ngaben). Untuk kedua upacaranya ini, dan untuk mengiringi pertunjukan wayang lemah (tanpa kelir), hanya sepasang gender yang dipergunakan.


Untuk upacara ngaben 2 gender dipasang di kedua sisi bade (pengusung mayat) dan dimainkan sepanjang jalan menuju kuburan. Untuk mengiringi pertunjukan wayang kulit Ramayana, wayang wong Ramayana maupun Mahabharata (Parwa), 2 pasang gender ini dilengkapi dengan sepasang kendang kecil, sepasang cengceng kecil, sebuah kajar, klenang dan instrumen-instrumen lainnya, sehingga melahirkan sebuah barungan yang disebut gamelan Batel Gender Wayang.


Pertunjukan wayang kulit yang lengkap biasanya memakai sejumlah tabuh yang berdasarkan fungsinya.


Tabuh-tabuh yang dimaksud antara lain:


vii. Genggong


Genggong juga termasuk gamelan langka dan barungan alit, adalah gamelan yang instrumen utamanya genggong yang terbuat dari pelepah enau. Desa yang telah memiliki tradisi Genggong yang kuat adalah Batuan (Gianyar). Di sini Genggong dimainkan sebagai pengiring tari, yaitu tari Kodok dan sebagai sajian musik instrumental.


Barungan gamelan Genggong biasanya terdiri dari 4 - 6 buah genggong, 2 buah suling, sepasang kendang kecil, klenang dan sebuah gong pulu (guntang). Kesederhanaan bentuk dan musik yang ditimbulkan oleh barungan ini mengingatkan kita kepada musik dari kalangan masyarakat petani.


Genggong pada umumnya hanya memainkan lagu-lagu yang berlaras Slendro. Untuk membunyikannya, genggong dipegang dengan tangan kiri dan menempelkannya ke bibir. Tangan kanan memetik "lidah"nya dengan jalan menarik tali benang yang diikatkan pada ujungnya. perubahan nada dalam melodi genggong dilakukan dengan mengolah posisi atau merubah rongga mulut yang berfungsi sebagai resonator.


Teknik permainan genggong yang khas adalah ngoncang dan ngongkeknya (menirukan suara katak).



viii. Gong Beri


Gong Beri termasuk barungan alit adalah gamelan langka dan sakral. Hingga kini Gong Beri masih dipelihara dengan baik oleh warga masyarakat desa Renon, Sanur di Denpasar.


Gamelan ini biasanya dimainkan untuk mengiringi tari Baris Cina. Istilah Beri sering disebut-sebut di dalam kakawin Bharatayuda yang berarti sebuah alat perang. Juga di dalam Prasasti Blanjong, terdapat istilah Bheri yang juga berarti alat perang. Gong dibuat dari krawang dan diduga merupakan peninggalan kebudayaan Dongson.


Gong yang ada dalam barungan ini mempunyai banyak persamaan dengan nekara bulan yang terdapat di Pura Penataran Pejeng (Gianyar). Berbeda dengan instrumen gong lainnya, gong pada gamelan Gong Beri tidak memakai pencon, seperti gong Cina.


Barungan Gong Bheri terdiri dari:




















































Jumlah



Satuan



Instrumen



2



buah



gong (bor dan ber)



1



buah



klenteng (sejenis gong namun lebih kecil dan nadanya lebih tinggi)



1



buah



kendang bedug



1



buah



sungu (kerang besar)



1



buah



suling kecil



1



buah



tawa-tawa (gong kecil berpencon)



1



buah



gong besar (tak bermoncol)



1



pangkon



cengceng



ix. Gong Luwang


Gong Luwang adalah gamelan langka yang pada umumnya dipergunakan untuk mengiringi upacara kematian (ngaben). Gamelan yang berlaras pelog (tujuh nada) dan merupakan barungan madya ini, yang barungannya lebih kecil dari pada Gong Kebyar, termasuk salah satu jenis gamelan yang jarang dimainkan untuk mengiringi suatu pertunjukan tari atau drama. Kalaupun Gong Luwang dimainkan di atas pentas, seperti dalam pagelaran dramatari Calonarang, barungan ini hanya dipakai untuk mengiringi adegan memandikan mayat atau mandusin watangan.


Ada 8 atau 9 macam instrumen yang membentuk barungan gamelan Gong Luwang dengan jumlah penabuh antara 16 (enam belas) sampai 20 (duapuluh) orang.


Instrumentasi gamelan gong Luwang adalah:

























































Jumlah



Satuan



Instrumen



1



buah



saron cenik



1



buah



saron gede



2



buah



jegogan



1



buah



trompong



2



buah



gong ageng



1



buah



kempur



2-4



pasang



cengceng kopyak



2



buah



gambang bambu (saron)



2



buah



kendang



Tabuh-tabuh Gong Luwang sangat melodis yang diwarnai oleh perpaduan ubit-ubitan reyong dan gambang yang khas yang diberi aksentuasi oleh saron dan jegogan. Peranan kendang sangat kecil karena suara kendang hanya terdengar mendekati jatuhnya gong untuk menandakan akhir dari suatu bagian komposisi. Hingga dewasa ini Gong Luwang masih hidup didesa Singapadu (Gianyar), Tangkas (Klungkung), Kerobokan (Badung) dan Kesiut (Tabanan) SMKI Bali dan STSI Denpasar juga memiliki masing-masing memiliki 1 barung gamelan Gong Luwang.



x. Selonding


Gamelan Selonding yang terbuat dari besi ini berlaras pelog tujuh nada ini tergolong barungan alit yang langka dan sangat disakralkan oleh masyarakat desa Tenganan Pegringsingan dan Bongaya (kabupaten Karangasem).


Gamelan ini dimainkan untuk mengiringi berbagai upaya adat Bali Aga yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat dan untuk mengiringi tari Abuang, Perang Pandan (Makare-karean) dan lain-lain.


Di kalangan masyarakat Tenganan Pagringsingan gamelan Selonding diberi nama Bhatara Bagus Selonding. Sejarah munculnya Selonding dikaitkan dengan sebuah mitologi yang menyebutkan bahwa pada zaman dulu orang-orang Tenganan mendengar suara gemuruh dari angkasa yang datang secara bergelombang. Pada gelombang pertama suara itu turun di Bongaya (sebelah timur laut Tenganan) dan pada gelombang kedua suara itu turun didaerah Tenganan Pagringsingan. Setelah hilangnya suara itu diketemukan gamelan Selonding (yang berjumlah tiga bilah). Bilah-bilah itu kemudian dikembangkan sehingga menjadi gamelan Selonding seperti sekarang.


Di Tenganan gamelan Selonding terdiri dari:



























Jumlah



Satuan



Ciri-ciri Instrumen



8



tungguh



berisi 40 buah bilah



6



tungguh



masing-masing berisi 4 buah bilah



2



tungguh



berisikan 8 buah bilah.



Team Survey Konservatori Karawitan Bali mencatat bahwa instrumentasi dari gamelan Selonding di Tenganan meliputi:











































Jumlah



Satuan



Instrumen



2



tungguh



gong



2



tungguh



kempul



1



tungguh



peenem



1



tungguh



petuduh



1



tungguh



nyongyong alit



1



tungguh



nyongyong ageng