www.gitaralfian.co.cc »

Senin, 17 Maret 2008

Permainan Gitar Klasik Cenderung ”Memodern”

AMY Lowell, seorang penyair asal Amerika Serikat yang mendapat Pulitzer Prize tahun 1926 untuk karya sastranya, berkata bahwa seni pada dasarnya merupakan hasrat seseorang untuk mengekspresikan dirinya dan merekamnya untuk ditunjukkan pada dunia tempatnya bernaung.


REYNO Romana membawakan sejumlah aransemen musik wajib pada "Bandung Spanish Guitar Festival" yang digagas Rumah Musik Karsono di Gedung Sunan Ambu STSI, Bandung, Sabtu (2/6).* M. GELORA SAPTA/"PR"


Dengan berkembangnya seni yang seiring dengan perkembangan zaman, media ekspresi pun menjadi beraneka. Ada yang pribadi, ditujukan untuk sekelompok orang, massal, maupun dipertunjukkan dalam rupa kompetisi atau yang biasa dibalut dalam istilah festival.

Kompetisi memang biasanya mengandung arti menang atau kalah. Namun, dalam seni yang ekspresinya sangat dipengaruhi rasa, kompetisi itu seharusnya memiliki nilai lebih yang berisi pembelajaran mengenai apresiasi dan interpretasi seni, serta perubahan-perubahannya.

Pada kompetisi gitar bertajuk Bandung Spanish Guitar Festival 2007 (BSGF ‘07), A. K. Patrasuanda sebagai salah seorang penggagas menyatakan, festival itu sebenarnya mendasarkan tujuan pada apresiasi musik klasik dalam permainan solo gitar.

“Kompetisi kami maknai sebagai jalan stimulasi dan motivasi, bagi para musisi atau praktisi musik agar dapat memunculkan potensi bakat yang dimilikinya,” ucap laki-laki yang akrab disapa Aka itu. Bukan itu saja, ia pun menyatakan festival tersebut diharapkan menjadi barometer untuk melihat sejauh mana perkembangan gitar klasik di Bandung dan daerah sekitarnya. Bisa berupa barometer dari segi teknik permainan ataupun peminatnya.

Hal itu disepakati Karsono, juri yang juga salah seorang penggagas acara. Festival itu memang diselenggarakan melalui kerja sama Keluarga Mahasiswa Seni Rupa (Kamasra) Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung, Rumah Musik Karsono, dan Tenjo Art Community. Kompetisi digelar Sabtu (2/6) dan diumumkan pemenangnya pada Minggu (3/6) di Gedung Kesenian Sunan Ambu STSI Bandung, Jln. Buahbatu Bandung.

Dengan memerhatikan penampilan para peserta, ia melihat permainan gitar klasik semakin cenderung dimodifikasi dengan gaya modern. Ia menambahkan, peserta kategori junior memang masih banyak yang menonjolkan teknik gitar a la Spanyol seperti tremolo, rasnguedo, dan golpe yaitu memukul senar atau badan gitar.

“Kategori senior muncul juga tapi nggak terlalu banyak. Mereka lebih banyak menggabungkan dengan teknik umum dalam gitar klasik atau gaya modern,” tuturnya.

Festival yang menilai permainan berdasarkan interpretasi terhadap lagu, tingkat kesulitan, kerapihan permainan, dan dinamika itu, memang membebaskan peserta untuk memperluas cakupan permainan gitarnya.

Meski hanya diikuti 44 peserta, Karsono mengatakan, peminat gitar klasik ataupun yang khusus mempelajari gaya spanyol semakin banyak. Namun, karena kompetisi itu membagi kategori peserta berdasarkan lama belajar dan bukannya usia, maka itu menjadi kendala bagi yang ingin mendaftar ataupun yang sudah menjadi peserta.

Dalam satu kategori, peserta memang bercampur dari usia belasan sampai dua puluhan tahun. Kategori junior adalah peserta yang sudah belajar selama dua tahun atau kurang, sementara kategori senior untuk yang sudah mempelajari gitar klasik lebih dari dua tahun. Festival itu diikuti peserta dari Bandung, Yogyakarta, Jakarta, Purwokerto, Garut, dan beberapa daerah lainnya.

Permainan gitar peserta asal Yogyakarta ternyata diapresiasi cukup baik, sehingga empat perwakilannya masuk dalam jajaran pemenang. Pada kategori junior, pemenangnya berturut-turut adalah Roza Yasa Gurnita (Bandung), Sekar N. Siregar (Yogyakarta), dan Eduardus Ediyarta (Yogyakarta).

Pemenang kategori senior secara berturut-turut adalah Taufik Akbar (Yogyakarta), Daniel Adhi Wijaya (Yogyakarta), dan Syarif Maulana (Bandung). (Vebertina Manihuruk/”PR”)***