Kisah nyata ini dialami oleh Jon Koplo, pemuda asal Yogya Timur bagian ndesit yang ngangsu kawruh di sebuah SMA di Prambanan.
Koplo tergolong cah prigel, bukan hanya pintar sekolah, tapi juga pinter golek dhuwit, dengan cara berjualan asongan di Pasar Prambanan.
Agar tidak diketahui oleh teman-teman maupun gurunya, Koplo sengaja berangkat berjualan dari pukul empat sampai pukul setengah enam pagi.
Setelah itu dia pulang ke kosnya untuk persiapan berangkat ke sekolah.
Namun hari itu tampaknya hari apes bagi Jon Koplo.
Sebab sejak bukak dhasar hingga jam setengah enam, barang dagangannya belum ada yang laku babar blas.
Apalagi saat itu hari Senin. Koplo tambah kemrungsung karena takut terlambat mengikuti upacara bendera di sekolahnya. Maka ia pun memutuskan untuk pulang.
Baru saja melangkahkan kaki, e, lha kok tiba-tiba saja dari dalam sebuah Angkot ada suara orang memanggil, ”Mas, Mas... Beli arem-aremnya Mas!”
Mak nyesss rasa hati Koplo, ”Lumayan, ana sing payu,” batinnya.
Namun setelah mak nyesss hati Koplo berubah mak tratap.
Pasalnya, yang mau beli arem-arem tadi tak lain dan tak bukan adalah kepala sekolahnya.
”Wadhuh konangan saiki aku,” pikirnya.
Dengan perasaan malu, gugup, campur grogi, Jon Koplo meladeni pembeli istimewanya itu.
”Oh, yang beli Bapak ta?” Saya jadi malu,” katanya sambil menyerahkan arem-arem.
”Tidak perlu malu, Plo. Bapak malah bangga punya murid seperti kamu, pinter sekolah juga pinter golek dhuwit,” jawab Kepala Sekolah sambil menyerahkan uang Rp 20.000 dari kantong bajunya.
”Susuke nggonen sangu Plo,” tambahnya.
Dengan perasaan malu, gugup, grogi dan kali ini campur senang, Jon Koplo pun menjawab, ”Terima kasih, Pak...”
Sumber : Solopos